MAKALAH
KEWARGANEGARAAN
IDENTITAS
DAN INTEGRASI
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Identitas
Nasional
1. Pengertian Identitas Nasional
Kata identitas nasional berasal dari Bahasa Inggris. Identity yang berarti ciri-ciri,
tanda, atau jati diri yang melekat
pada suatu hal sehingga menunjukan keunikan
serta membedakannya dari hal-hal lain dan Nation yang berarti bangsa,
menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu
yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama. Dari
uraian diatas dapat disimpulakan bahwa Identitas Nasional adalah ciri-ciri atau
sifat-sifat khas suatu bangsa secara filosofis yang membedakannya dengan
bangsa-bangsa lain di dunia.[1]
Identitas
nasional merujuk pada kebangsaan seseorang. Mayoritas dari masyarakat
mengasosiasikan identitas nasional mereka dengan negara di mana mereka
dilahirkan. Akan tetapi, identitas nasional dapat juga diperoleh melalui
imigrasi dan naturalisasi. Identitas nasional biasanya menjadi sering diucapkan
saat seseorang berada di negara lain. Orang yang identitas
nasionalnya berbeda dari tempat ia dilahirkan pada akhirnya akan mulai
mengadopsi aspek identitas nasional yang baru. Namun, hal ini tergantung pada
keterikatan pada negara yang baru tersebut. Sementara itu, orang yang secara
permanen tinggal di negara lain mungkin akan mempertahankan identitas negara
tempat ia lahir. [2]
2. Unsur-Unsur Identitas Nasional
a. Unsur
Identitas Nasional
Identitas
Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu
merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas, yaitu suku bangsa,
agama, kebudayaan, dan bahasa.
1. Suku bangsa
adalah golongan social yang khusus bersifat askriptif (ada sejak lahir) yang
sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat
banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek
bahasa.
2. Agama bangsa
Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh
berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan
Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa
orde baru tidak diakui sebagai agama resmi negara, tetapi sejak pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi dihapuskan.
3. Kebudayaan
adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya
perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan
oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang
dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam
bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang
dihadapi.
4. Bahasa
merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai
system perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan
manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari Unsur-unsur Identitas
Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi tiga bagian yaitu :
a. Identitas
Fundamental, yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara, dan
Ideologi Negara.
b. Identitas
Instrumental, yang bersisi UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa Indonesia,
Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”.
c. Identitas
Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (archipelago) dan pluralisme
dalam suku, bahasa, budaya, serta agama dan kepercayaan.[3]
B.
Integritas
Nasional
1. Pengertian Integrasi Nasional
Integrasi nasional adalah upaya
menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan pemerintah dan
wilayahnya.“Mengintegrasikan” berarti membuat untuk atau menyempurnakan dengan
jalan menyatukan unsur-unsur
yang semula terpisah-pisah.Menurut Howard Wrigins,
integrasi berarti penyatuan bangsa-bangsa
yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih
utuh atau memadukan masyarakat masyarakat
kecil yang banyak menjadi satu bangsa.Jadi menurutnya,
integrasi bangsa dilihatnya
sebagai peralihan dari banyak
masyarakat kecil menjadi satu masyarakat besar.
2. Pentingnya Integrasi Nasional
Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap
negara. Sebab integrasi
masyarakat merupakan kondisi
yang diperlukan bagi negara
untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang
diharapkan. Ketika masyarakat suatu
negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, maka akan banyak
kerugian yang diderita, baik kerugian
berupa fisik materiil seperti kerusakan sarana danprasarana yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan
kekawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan.
Di sisi lain banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara, yang mestinya dapat digunakan untuk
melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk
menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa
diwarnai konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.
Integrasi
masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena
setiap masyarakat disamping membawakan potensi integrasi juga menyimpan potensi
konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerjasama,
serta konsensustentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupan potensi
yang mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat
seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan kepentingan
adalah menyimpan potensi
konflik, terlebih apabila perbedaan-perbedaan itu tidak dikelola dan
disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apapun kondisinya integrasi
masyarakat merupakan sesuatu yang sangan dibutuhkan untuk membangun kejayaan
bangsa dan negara, dan oleh karena itu perlu senantiasa diupayakan. Kegagalan
dalam mewujudkan integrasi masyarakat
berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam
kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.[4]
3. Strategi
Integrasi
Masalah integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami oleh semua
negara, terutama adalah
negara-negara berkembang. Dalam usianya
yang masih relatif
muda dalam membangun
negara bangsa (nation
state), ikatan antara kelompok-kelompok
yang berbeda dalam negara masih rentan dan mudah
tersulut untuk terjadinya pertentangan antar
kelompok. Di samping itu
masyarakat di negara berkembang
umumnya memiliki ikatan primordial yang masih kuat.
Kuatnya ikatan primordial menjadikan masyarakat lebih
terpancang pada ikatan-ikatan
primer yang lebih
sempit seperti ikatan keluarga, ikatan kesukuan, ikatan sesama pemeluk
agama, dan sebagainya. Dengan demikian upaya mewujudkan integrasi nasional yang
notabene mendasarkan pada ikatan yang
lebih luas dan melawati batas-batas kekeluargaan, kesukuan, dan keagamaan
menjadi sulit untuk diwujudkan. Dalam rangka mengupayakan terwujudnya integrasi
nasional yang mantap ada beberapa strategi yang mungkin ditempuh, yaitu:
a. Stategi
Asilmilasi
b. Strategi Akulturasi
c. Strategi Pluralis
Ketiga strategi tersebut
terkait dengan seberapa
jauh penghargaan yang
diberikan atas unsur-unsur
perbedaan yang ada
dalam masyarakat.
Srtategiasimilasi, akulturasi, dan pluralisme masing-masing menunjukkan
penghargaan yang secara gradual
berbeda dari yang
paling kurang, yang lebih, dan yangpaling besar
penghargaannya terhadap unsur-unsur perbedaan dalam masyarakat,di dalam upaya
mewujudkan integrasi nasional tersebut.
a.
Strategi
Asimilasi
Asimilasi adalahproses percampuran dua
macam kebudayaan atau lebih menjadi satu kebudayaan yang baru, di mana dengan
percampuran tersebut maka masing-masing
unsur budaya melebur menjadi satu sehingga dalam kebudayaan yang baru itu tidak tampak lagi identitas
masing-masing budaya pembentuknya.
b. Strategi
Akulturasi
Akulturasi adalah proses percampuran dua
macam kebudayaan atau lebih sehingga
memunculkan kebudayaan yang baru, di mana ciri-ciri budaya asli pembentuknya
masih tampak dalam kebudayaan baru tersebut. Dengan demikian berarti bahwa
kebudayaan baru yang terbentuk tidak “melumat” semua unsur budaya pembentuknya
c. Strategi
Pluralis
Paham pluralis merupakan paham
yang menghargai terdapatnya perbedaan
dalam masyarakat. Paham pluralis
pada prinsipnya mewujudkan integrasi nasional dengan memberi kesempatan pada
segala unsur perbedaan yang ada dalam
masyarakat untuk hidup dan
berkembang. Ini berarti bahwa dengan strategi
pluralis, dalam mewujudkan integrasi nasional negara memberi kesempatan
kepada semua unsur keragaman dalam negara, baiksuku, agama, budaya daerah, dan
perbedaan-perbedaan lainnya untuk tumbuh dan berkembang, serta hidup
berdampingan secara damai.[5]
4. Faktor
Pendorong Integrasi Nasional
Faktor-faktor pendorong
integrasi nasional sebagai berikut:
a. Faktor sejarah yang menimbulkan
rasa senasib dan seperjuangan.
b. Keinginan untuk bersatu di
kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28
Oktober 1928.
c. Rasa cinta tanah air di kalangan
bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan
mengisi kemerdekaan.
d. Rasa rela berkorban untuk
kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan
bangsa yang gugur di medan perjuangan.
e. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi
Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan
Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
5. Faktor
Penghambat Integrasi Nasional
Faktor-faktor penghambat
integrasi nasional sebagai berikut:
a. Masyarakat Indonesia yang
heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan
masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan
sebagainya.
b. Wilayah negara yang begitu luas,
terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
c. Besarnya kemungkinan ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan
persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
d. Masih besarnya ketimpangan dan
ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai
rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan
Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
e. Adanya paham “etnosentrisme” di
antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan
menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
6. Contoh Wujud Integrasi Nasional
Contoh wujud integrasi nasional,
antara lain sebagai berikut:
a. Pembangunan Taman Mini Indonesia
Indah (TMII) di Jakarta oleh Pemerintah Republik Indonesia yang diresmikan pada
tahun 1976. Di kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua
propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap anjungan menampilkan
rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di provinsi itu, misalnya adat,
tarian daerah, alat musik khas daerah, dan sebagainya.
b. Sikap toleransi antarumat
beragama, walaupun agama kita berbeda dengan teman, tetangga atau saudara, kita
harus saling menghormati.
c. Sikap menghargai dan merasa ikut
memiliki kebudayan daerah lain, bahkan mau mempelajari budaya daerah lain,
misalnya masyarakat Jawa atau Sumatra, belajar menari legong yang merupakan
salah satu tarian adat Bali. Selain anjungan dari semua propinsi di Indonesia,
di dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan tempat
ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu masjid (untuk agama
Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk agama Hindu) dan
wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu agama resmi di
Indonesia baru 5 (lima) macam.[6]
BAB III
PENUTUP
Salah satu cara untuk mempertahankan Identitas Nasional,
yaitu setiap warga negara seharusnya menanamkan kesadaran dalam diri mereka
untuk bisa memfilter informasi, budaya, dan paham-paham luar yang dapat
mengancam Identitas Nasional bangsa Indonesia. Selain itu yang perlu kita
sadari bahwa pengaruh globalisasi tidak hanya mendatangkan dampak negative,
namun juga dapat menimbulkan dampak positif bagi bangsa Indonesia dengan adanya
kemajuan teknologi yang sedang meningkat dengan pesat.
Masalah integrasi
nasional merupakan persoalan
yang dialami hampir semua negara, terutama negara-negara
yang usianya masih relatifmuda, termasuk Indonesia. Hal
ini disebabkan karena
mendirikan negara berarti
menyatukan orang-orang dengan segala perbedaan yang adamenjadi satu
entitas kebangsaan yang baru menyertai
berdirinya negara tersebut.
Begitu juga negara Indonesia yang usianya masih relatif
muda.Sejak proklamasi kemerdekaan sampai sekarang negara Indonesia
masihmenghadapi persoalan bagaimana menyatukan penduduk Indonesia yang
didalamnya terdiri dari berbagai macam suku, memeluk agama yang
berbeda-beda, berbahasa dengan bahasa
daerah yang beranekaragam, serta
memiliki kebudayaan daerah yang
berbeda satu sama
lain, untuk menjadisatu entitas
baru yang dinamakan bangsa Indonesia.
[1] H. Kaelan dan H Achmad Zubaidi. 2007.
Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi I. Yogyakarta: Paradigma
[4] Bagir, Zainal
Abidin, 2011, Pluralisme
Kewargaan, Arah Baru
Politik Keragaman di Indonesia, Mizan dan CRCS, Bandung-Yogyakarta.
[5] Bagir, Zainal
Abidin, 2011, Pluralisme
Kewargaan, Arah Baru
Politik Keragaman di Indonesia, Mizan dan CRCS, Bandung-Yogyakarta.
[6]
Ismail, Faisal.
1999. Agama dan
Integrasi Nasional (Makalah).
Yogyakarta:Tidak Diterbitkan.
Share This :
comment 0 Comments
more_vert