RUANG LINGKUP STUDI
ISLAM
PENDAHULUAN
Agama merupakan sebuah sistem
kepercayaan dalam kehidupan umat islam dpat
d1kaji melalui berbaga1 sudut pandng. Islam sebaga1 ajaran menjadi pokok
pembicaraan yang unik untuk dikaji dan dipelajari, baik oleh kalangan
cendikiawan muslim sendiri maupun oleh Ilmuan-ilmuan bar@t, mulai trad1si orientals
sampai dengan islamolog., sebagaimana terdapat di dalam sumber ajaran agama
islam yaitu alquran dan hadist, tampak sangat ideal dan Agung.
Islam merupakan agama monotheisme
(agama yang mentauhidkan atau mengesakan Allah) atau disebut juga agama Tauhid.
Allah sebagai sang kholiq yang absolut dan mutlak, manusia atau insan tak bisa
berbuat banyak kecuali menyerahkan diri kepada kehendaknya atau iradatNya.
Sedang kata Islam mnjadi nama agama yang diturunkan atau diwahyukan kepada Nabi
Muhammad Saw. Islam ialah menyerahkan diri atau bertawakall sebulat-bulatnya
kepada kehendak Allah swt. Dengan penghambaan diri ini , yaitu denagn taat dan
patuh kepada perintah dan menjauhi semua apa yang telah dilarangNya dalam
monotheisme mencari keselamatan didunia dan akhirat.[1]
Islam mengajarkn kehidupn yag dinams, kearah kemajuan, saling menghargai
melalui ilmu pengethuan dan tknologi, bersikap seimbng dlam hal memenuhi
kebutuhan material dan spritual. Walaupun secara kenyatan studi ilmu agama keberadaannya tidak ada yang
menyangkal, namn dkalangan para ahli msih terdpat perdebatan di sekitar prmasalahan
apakah ia (Study Islam) dpat diklasfikasikan ke dlam bidang ilmu pengetahuan,
mengngat sifat dan karakterstik antara ilmu pengtahuan dan agama berbeda.
Pembahasan di sektar permasalhan ini banyak pendapat oleh para pemikir Islam dewasa kini. Amin
Abdullah misalnya, mengtakan jika penyelengaraan dan penyampian Islamik Studies,
Studi Islam, atau Dirasah Islamyah hanya mendengarkn ceramh keagamaan di kelas, lalu apa bedany dengn activitas
pengajian dn dakwah yang tlah ramai diselengarakan di luar bangku sekolah?
Merespon peringatan titu menurut Amin Abdullah, pngkal tolak kesulitan pengembangan
scope wilayah kajian stadi Islam atau Drasah Islamyah brakar pada kesulitan
para ulama untuk membedakan antara yang bersifat normative dan histories.[2]
Satu langkah yang selayaknya dalam
studi bidang apapun ialah memahami
perihal apa yang akan di kaji. Pemahaman tersebut sangat penting karena untuk acuan, pengenalan, dan penentuan
langkah-langah yang cermat. Akan mustahil seseorang akan mencapai hasil studi
yang optimal jika ia sendiri tidak paham apa yang dilakukannya. Selanjutnya,
studi islam juga menimbulkan berbagai permasalahan yang umum diantaranya: apa
itu studi islam, bagaimana pendekatan dan metodologi dalam studi islam. Untuk
hal meningkatkan pendidikan agama khususnya agama islam perlu dilakukan suatu
metode, dalam hal ini melalui metodologi studi islam. Visi dalam pembelajaran
metodologi studi islam agar seseorang dapat dengan mudah memahami doktrin dalam
islam. Melalui Pendekatan yang dilakukan pada umumnya melalui berbagai macam
keilmuan, baik bersifat normatif maupun historis. Secara metodologis, kedua pendekatan
tersebut merupakan komponemn-komponen penting dalam mempelajari keislaman
semisal pendekatan tentang islam dalam konteks normatif keagamaan yang harus
dijangkau oleh kaum muslimin dan muslimah dengan pendekatan tentang islam
merupakan lapangan kajian.
Ruang lingkup adalah batasan. Ruang
lingkup juga dapat dikemukakan pada bagian variabel yang diteliti, subjek
penelitian, dan tempat penelitian. Tidak semua sudut pandang agama khususnya
islam dapat menjadi objek studi. Dalam konteks studi islam, ada beberapa sudut
pandang tertentu dari islam yang dapat menjadi objek studi, yaitu: islam
sebagai ajaran dari Allah yang kebenarannya sudah akhir, dalam arti mutlak, dan
memang harus diterima secara apa adanya ; sebagai gejala budaya yang berarti
seluruh apa yang menjadi kreasi manusia dalam perihal agama, termasuk pemahaman
seseorang atau umat terhadap doktrin agamanya ; sebagai interaksi sosial yaitu
realitas umat islam.
Studi
islam sebagai usaha untuk mempelajari secara mendalam dan spesifik tentang
islam dan segala latar belakang yang berkaitan dengan islam. Tujuan studi islam
agar seseorang memiliki pemahaman terhadap islam secara menyeluruh dalam berbagai
sudut pandang, mengetahui berbagai metode dan pendekatan dalam mempelajari
islam, prinsip-prinsip nilai dasar ajaran agama islam dan bagaimana
penerapannya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengendalikan perkembangan
tradisi dan peradaban manusia pada zaman dewasa kini.
PEMBAHASAN
Studi Islam
S
|
tudi islam sebagai subjek mater penelitian dalam kerangka
teoritis dan metodologisnya belum begitu mapan dan masih baru. bidang ini
muncul jauh lebih dulu lalu kemudian dibandingkan dengan bidang-bidang lainnya
seperti sejarah, sosiologi, dan antropologi. Namun
sebenarnya usaha-usaha yang telah mengarah kepada upaya-upaya metodologis
memang telah di lakukan sudah lama. Upaya imam syafi’i membangun ilmu fiqih
setelah sebelumnya memformulasikan ushul fiqh, imam al-ghazali mengkritik
ajaran filosofi setelah menempuh metodologi filsafat dan usaha imam bukhari
yang melakukan kompilasi hadits melalui metode selektivitas (tarjih) adalah
bukti-bulkti kongkrit tentang langkah-langkah metodologi yang di maksud.[3]
Belajar agama adalah
“belajar” Tuhan. Manusia dan Tuhan berjarak. Tidak mungkin ilmu dan pengetahuan
insan menyentuh hakikat Tuhan secara totalitas, seperti Allah secara jelas dan
mudah dimengerti. Karena itu, berdalih apabila manusia merasa kesulitan mengkaji
dan mempelajari agama khususnya agama islam secara meyeluruh, kecuali menguasai
metodologis studies islam. Dalam mengkaji agama islam memang harus diperlukan beberapa
metode secra sistmatis dn formulasi supaya apabila menemukan permasalahan atau
problematika keislaman dapat diselesaikan dan dipahami dengan baik dan akurat
melalui metodologi study !slam ini.
Islam
telah menjad! objek stud! yag menarik bagi Muslim dan non-Muslim dalam jangka
waktu yang panjang. Seperangkat metode dan pendekatan juga telah diperkenalkan.
Pada waktunya, Islam sekarang tidak lagi dipahami hanya sebagai doktrin atau
seperangkat sistem kepercayaan atau ajaran, juga tidak diartikan hanya sebagai
proses sejarah. Islam adalah sistem sos!al
yang terd!ri dar! jaringan kompleks pengalaman manusia. Islam t!dak hnya
terd!ri dar! kode formal yang harus dilihat dan dipatuhi oleh individu. Ini
juga mengandung beberapa nilai budaya, politik dan ekonomi. Islam adalah
peradaban. Mengingat sifat kompleks Islam, tidak mungkin lagi untuk
mengatasinya dari satu sudut pandang. Diperlukan perspektif interdisipliner. Di
Barat, ilmu sosial dan humaniora telah lama diperkenalkan dalam studi agama;
studi yang memberi penekanan lebih kuat pada apa yang saat ini kita kenal
sebagai sejarah agama, ps!kologi agama, sosiologi agama dan sebagainya.
Pendekatan semacam ini pada gilirannya, juga diterapkan dalam studi Barat
tentang agama dan komunitas Timur. Islam sebagai agama juga ditangani dengan
cara ini di Barat. Ini diperlakukan sebagai bagian dari budaya oriental
sejauh-seperti Muhammad Abdul Raouf telah benar berpendapat-studi Islam menjadi
identik dengan studi oriental. Dengan segala cara, Barat mendahului Muslim
dalam mempelajari Islam dari perspektif modern; perspektif yng leb1h mnekankan aspek sosial, budaya,
perilaku, politik dan ekonomi.
Di antara para sarjana Barat yang mendekati
Islam dari sudut ini adalah Charles Joseph Adams yang berpikir bahwa penelitian
ini tertarik untuk dijelajahi. Pemikiran adams tertuang dalam artkel “Islamic
Religious Tradition” perihal pengembangan dan pengkajian perihal studi islam.[4]
Tentu saja sebagai
metode studi harus mengikuti lngkah-langkah sebagai berikut :
a). Study (pengkajian), dimulai dari
menemukan fakta sampai mendapatkan suatu kesimpulan;
b). Deskripsi (penggambaran);
c). Eksplanasi (penjelasan);
d). Justifikasi (pembenaran).
Adapun
dalam setiap pengkajian masalah, termasuk dalam MSI ini, terdapat beberapa
pemecahan masalah yang ditempuh antara lain :
1). Historical approach (pendekatan sejarah);
2). Philosophical
approach ( pendekatan filosofis );
3). Sociological approach ( pendekatan sosiologis); dan
4). Antropological approach ( pendekatan antropologi).
Karena
itu, ungkapan prosedur yang paling cepat dan tpat dalam menelaah Islam, baik
Islam sebagai sumber ajaran, Islam sebagai pemahaman, dan Islam sebagai
pengamalan atau sejarah (historis), dapat diungkapkan atau diekspresikan dengan
cara yang pal!ng efekt!f dan efisien dalam mempelajari atau mengkaji agama
Islam. Studi yang efektif dapat diart!kan sebgai studi yang dapat dipahami
secara sempurna dan komprehenhif, sedangkan studi yang efisien dapat diartikan
sebagai studi yang berfungsi. Berfungsi artinya, menjadi milik baginya. Hasil
studinya itu mempengaruhi pula terhadap interpretasi (pandangan atau pendapat teoritisnya terhadap sesuatu)
dan pengamalannya dalam Islam. Metode studi ini cukup banyak. Karena dapat
berlaku secara umum, dapat juga disebut metode umum, seperti sosiologi,
antropologi, filosofi, filologi, holistik, dan lainnya.
Dari
metode umum itu tdak seluruhnya bisa digunakan untuk mengkaji atau mempelajari
semua segi kajian dalam mempelajari atau mengkaji agama Islam. Mungkin mucul
pertanyaan pada kita, mengapa diperlukan metodologi dalam studi Islam ini ?
disini diajukan sebagaiannnya saja jawabn untuk pertanyaan d! atas tadi. Pertama,
ialah sbagaimana gagasan awal lahrnya
Metodology stud islam ni, yaitu upaya mudah melalui cara yang cpat dan tpat
dalam mempelajari Islam. Kedua, usaha untuk menampilkan kembali Islam yang
memiki sejumlah khazanah dan warisn intelektual atau cendekiawan dari masa lalu
ke masa sekarang. Dalam istilah Nurcholish Madjid (1995:4), menjawab tantangan
untuk menampilkan kembali Islam sebagai
rahmatil ‘alamin ‘rahmat bagi seluruh alam’. Kemampuan menjawab tantangan ini,
banyak tergantung kepada pemikiran dan cara berfikir ummat Islam tentang
agamanya, dengan pola pikir yang Islami. Hal ini tentunya membutuhkan serta
memerlikan suatu kemampuan metodologis
secara optimal dalam studi tentang Islam dalam berbagai dimensinya itu, agar
mampu menampilkan isi sesuai dengan ekspetasi (yang diharapkan). Ketiga, adalah
alasan ajaran Islam itu sendiri. Dalam hubungan ini. Shalahuddin Sanusi (
1969:58-59) mengemukakan bahwa “di dalam memahami dan mempelajari Islam sebagai
agama, diperlukan langkah-langkah atau jalan yang tepat, yaitu: harus memahami
skoup atau ruang lingkupnya ajaran Islam, yaitu ajaran Islam itu meliputi
material, dan spiritual, duniawi, dan ukhrowi, jasmani dan rohani, dan kita
harus memahami isinya (squensinya) secara ekstensif (tiap-tiap unsur) atau
suatu kesatuanya dari tiap aspek dan secara intensif (ssecara sungguh-sungguh
dan terus- menerus dalam mngerjakan sesuatu hingga memperoleh hasil yang
optimal), guna dan pengalamannnya dalam kenyataan atau realitas hidup dan
kehidupan“. Selanjutny, sebagaimna dikemukakn Abuy Shadikin dalam bukunya
terdapat prinsip-prinsip ajaran agama, antara lain :
1. Ada ajaran agama yang bermanfaat dan
mudharatnya (sesuatu yang tidak menguntungkan ) dapat dianalisa oleh akal
pikiran, seperti hikmat dan manfaat zakat, serta bagaimana kemudaratnnya
minuman keras yang karenya diharamkan agama.
2. Ada ajaran agama yang bertentangan
dengan kaidah-kaidah hukum alam. Sebagai contoh, api yang mempunyai sifat panas
dan membakar, namun kisah Nabi Ibrahim yang tidak hangus ketika dibakar oleh
raja Namrud, serta tongkt Nabi Musa yang bisa berubah mnjadi ulr adalah bukti
adanya ajaran agama yang bertentangn dengan kaidah-kaidah hukum alam.
3. Ada ajaran agama yang transendetal
(menonjolkan hal-hal yang bersifat kerohanian), artinya di luar pencapaian akal
- pikiran manusia. Contohnya tentang hakikat ruh maupun tentang hakikat dan
wujud Tuhan. Dari uraian diatas, tampak bahwa dalm stud Islam diperlukan
metodologi yng tepat supaya dihasilkan suatu kesimpulan mengenai Islam dalam keseluruhan
aspek ajarannya secara tepat serta akurat pula. Baik mengenai Islam sebagai
sumber ajaran, Islam sebagai pemahaman, dan Islam sebagai pengamalan. Termasuk
di dalamnya ialah bagaimana prosedure yang akurat mempelajari smber pokok
ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Kemudian, dalam memahami
masalah-masalah (problem) agama tidak saja diperlukan pendekatan kaidah-kaidah
ilmiah, seperti pengetahuan tentang konsep-konsep dan teori-teori tapi juga
diperlukan pendekatan imani.[5]
Agama
adalah salah satu jenis ilmu manusia, yang dapat berubah, berinteraksi,
menyusut, dan mengembang. Itulah sebabnya, orang beriman mempunyai bermacam ide
atau gagasan. Soroush menerangkan perihal
idenya : pernyataan saya mengenai hal degradasi dan progresi ilmu agama memperlihatkan bahwa utuk menjelaskan
teks-teks agama, kami memerlkan variasi jenis ilmu lainnya, jka kami tdak mau
memahami, kita dalam keadaan terhenti. Syariat agama tidak pernah setara dengan
opini manusia, sehingga mustahil ada kesesuaian atau ketidaksesuaian antara
keduanya; pemahaman seorang manusialah yang bisa jadi sama atau tidak identik pemahaman
manusia yang lain. Jadi, di mana pun kita hadapi adalah ilmu agama yang mengamati
dan memahami agama, tetapi itu bukan agama. Ketentuan semacam ni meliputi semua
jenis ilmu pengetahuan manusia. Bagian yang tdak berubah adalah agama; bagian
yang berubah adalah pemahaman agama.[6]
Ruang
Lingkup Studi Islam
Agama dapat menjadi sasaran objek
penelitian atau pengkajian minimal dapat ditinjau dari segi :
Agama
harus menjadi doktrin dari Tuhan
Agama
mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia.
Secara teoritis tujuan agama adalah sebagai salah satu upaya untuk mendapatkan
kebahagiaan & kesejahteran hdup lahr
dan batin.[7]
Dalam arti teknis, kata religion (bahasa Inggris), sama dengan religie (bahasa
Belanda), Din (bahasa Arab), dan agama (bahasa Indonesia). Kemudian, baik
religion (bahasa Inggris) maupun religie (bahasa Belanda), keduanya berasal dari bhasa utama kedua bahasa termaksud,
yaitu bahasa Latin : “relegere, to treat carefully, relegar, to bind together;
atau religare, to recover”. Religi dapat
juga diartikan mengumpulkan dan membaca.
Agama memang ialah kumplan cra-cra menghambakan diri kepada Tuhan, yang dibaca
dalam sebuah kumpulan berbentuk kitab suci. Agama merupakan jalan untuk
senantiasa dekat dengan sang penciptanya. Agama berisi doktrin-doktrin atau
ajaran-ajaran yang diwahyukan Allah kepada manusia melalui Rasul. Agama pada
dasarnya merupakan suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang
memiliki akal unutk memegang peraturan Tuhan itu dengan kehendak sendiri, untuk
memperoleh kebaikan hidup dan kebahagiaan kelak di akhirat. Dalam rakyat Indonsia,
selain kata agama, juga dikenal kata Din dari bahasa Arab. Din berarti menguasai,
menundukkan, patuh, balasan, kebiasaan. Artinya agama memang mempunyai
peraturan-peraturan yang harus ditaati. Agama senantiasa menguasai diri
seseorang dan membuat nya tunduk dan taat
kepada Tuhan dengan melaksanakan doktrin agama. Dalam penjelasan di atas, terdapat kesejalanan dengan makna
Islam sebagai agama seperti yang diungkapkan al-Maududi (1985:9) bahwa, dari
segi hakikat, Islam adalah rahmatil ‘alamin karena Islam ialah berserah diri
dan taat kepada perintah yang Memberi Perintah, dan larangannya tanpa
membantah, sebagaimana tunduknya mahluk-mahluk lainnya, seperti Bumi, Bulan,
Matahari, mereka itu adalah muslim. Beberapa pengertian di atas, menunjukkan
adanya persamaan antara agama dan Din . Walaupun ada yang membedakan antara dua
jenis kata yaitu agama dan Din , dalam risalah ini tetap memakai kedua-duanya
dalam makna yang sama. Penjelasan tersebut, diperkuat oleh pendapatnya E.S.
Anshari (1987:124-126) yang menyatakan bahwa antara agama dan Din memiliki
makna yang identik. Menurutnya, baik religion (religi), maupun Din , ataupun
agama, masing-masing mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri. Namun
dalam arti terminologis dan teknis, ketiga istilah itu berisi makna yang
sama. Dalam pandangan E.S. Anshari,
apabila Din itu khusus digunakan untuk Islam saja, ataupun khas buat wahyun ilah yun saja, hal tersebut tidak
dapat dipertanggung jawabkan, baik secara Din iyah (quraniyah) maupun secara
ilmiah. Untuk hal ini menurutnya, dapat diperhatikan semisalnya yang tersurat
dan tersirat dalam QS. al-Kafirun : 6 (“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku"), dan QS. ash-Shaff : 9 (Dialah yng mengtus Rasul-Nya
dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memnangkanNya di atas
segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.). Selain itu, ia juga menyarankan untuk
memperhatikan pula bahwa, perbandingan agama ( comparative religion ) dalam
dunia ilmu pengetahuan bahasa Arab disebut “ muqoronat ‘l - Adyan ”.
Dalam hubungan ini, adyan adalah bentuk jama’ daripada Din. Dalam muqoronatul’l adyan tentunya yang
dibahas bukan hanya Din ul Islam, melainkan juga adyan ( Din - Din ) lainnya,
seperti Hinduisme, Buddhisme, Sintoisme, Yudaisme, Zoroastroianisme, Taoisme,
Confusianisme. Pendapat itu bertkontra dngan pandangan Zainal Arifin Abbas yang
membedakan dua pengertian di atas, yaitu antara Din dan agama. Din (agama)
adalah “ kepercayaan terhadap eksistensi suatu dzat ghaib yang Maha Tinggi, ia memiliki perasaan dan
kehendak , ia mempunyai hak dan kekuasaan untuk mengurus dan mengatur urusan yang
berkenan dngan takdir manusia”. Keyakinan mengenai ikhwalnya akan mendorong
manusa untuk memuja dzat itu dengan
perasaan suka maupun takut dalam bentuk ketundukkan dan pengagungan”.
Singkatnya, Din adalah keyakinan (keimanan) tentang suatu Zat Ketuhanan
(Illahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan dan ibadah (penyembahan).
Pengertian di atas adalah berdasarkan pengamatan dengan melihat Din dari segi keadaan kejiwaan
(psikologis) “ketauhidan keagamaan”. Adapun kalau kita lihat Din dari segi dimana ia merupakan suatu
hakekat eksternal, dapat dikatakan bahwa Din ialah kumpulan hukum/ketetapan-ketetapan
idealis yang menggambrkn karekteristik dari kekuatan Illahiyah itu, dan
kumpulan kaidah-kaidah praktis yang menggariskan cara beribadah kepada-Nya.
Definisi di atas mencakup agama apa adanya, meskipun agama itu berdiri atas
dasar kemusyrikan dan keberhalaan. Hal itu karena al-Qur’an telah menamakan Din
, sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT yang artinya : “Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku” (Al-Kafirun : 6). Selanjutnya, melengkapi
uraian di atas, di sini dikemukakan pendapat Al-Jurjani dalam At - Ta’rifat
sebagaimana dikutip Anshari (1987:121). Al-Jurjani mengemukakan mengenai
persamaan dan perbedaan antara ad - Din pada satu pihak, dengan al - Millah dan
al Madzhab pada lain pihak. Menurutnya, baik ad-Din maupun al - Millah dan al -
Madzhab memiliki kesamaan dalam materinya. Perbedaaanya terletak pada kesannya
: “ad-Din ” Dinisbahkan kepada Allah
(umpamanya Dinu’l - Lah ( Din Allah), Din yang diturunkan Allah); al Millah
Dinisbahkan kepada Nabi tertentu, misalnya Millata Ibrahim ; al Madzhab
Dinisbahkan kepada mujtahid tertentu, contohnya madzhab as-Syafi’I. Pendapat
al-Jurjani ini sepenuhnya juga disetujui Maulana Muhammad Ali.[8]
Islam
adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-rasulNya guna diajarkan kepada
manusia. Ia dibawa secara kontinium dari suatu gnerasi ke generasi selanjutnya.
Islam adalah rohmat, petunjuk bagi manusia yang berkelana dalam kehidupan
duniawi, sebagai perwujudan dari sifat rahman dan rahim Allah. islam adalah
agma yng sudah sempurna (penyempurna) terhadap agama (syari’at-syari’at) yng
ada sebelumnya. Sebelum masa risalah Muhammad Saw. Islam masih bersifat lokal.
Islm hanya ditujukan utuk kpentingan bangsa dan wilayah khusus, dan terbatas
pada waktuny. Islam yang dibawa risalah
Muhammad Saw. merupakan agama universal, berlaku untuk seluruh bangsa dan
dunia. Di samping itu, universal ajaran Islam menyangkut tidak saja masalah
duniawi, tetapi jga masalah akhirat. Selanjutnya, untuk mendapatkan pemahaman
yang benar serta utuh tentang Islam, dapat ditempuh cara-cara sebgai berkut :
1.
Islam harus dipelajari
dari sumber yang asli, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Mempelajari Islam
dan memahami Islam dari beberapa ulama dan pemeluknya yang jauh dari bimbingan
Al-Qur’an dan As-Sunnah dapat menimbulkan kekeliruan dan menjadikan orang
tersebut jauh dari ajarn Islamiyang suci. Tauhid/Ilmu Kalam, Filsafat Islam,
Fiqh, Akhlak dan Tasawuf, atau pun yang lainnya dipergunakan sebagai sumber
tambahan untuk memahami Islam;
2.
Islam harus dipelajari
secara integral, tidak parsial (sepotong-sepotong), Islam harus dipelajari
secara menyeluruh sebagai suatu kesatuan yang utuh bulat, tidak sebagian saja.
Sebab, kalau Islam dipelajari secara parsial, terutama dalam bidang
masalahmasalah khilafiyah , dan hal-hal yang nampaknya mengandung antagonisme
atau pertentangan, bisa menimbulkan sikap skeptis (ragu ; bimbang) terhadap
Islam;
3.
Islam perlu
dipelajari dari literatur dan kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar,
kaum zu’ama dan sarjan-sarjana Muslim. Pada umumnya mereka memahami Islam
secara baik. Pemahaman mereka lahir dari perpaduan ilmu yang dalam terhadap
AlQur’an dan As-Sunnah dengan pengalaman dari praktek ibadah yang dilakukan
setiap hari;
4.
Kesalahan sementara
orang mempelajari Islam ialah dengan jalan mempelajari kenyataan umat Islam
ansich , sehingga sifat kolot, keterbelakangan dalam pendidikan, kemiskinan dan
disintegrasi yang dilihat, dinilai sebagai Islam;
5.
Secara psikologis,
manusia karena sifat ego centrisnya, lebih tertarik pada hal-hal yang
bersangkutan dengan kepentingan dirinya atau lingkungannya. Oleh karena itu,
titik tolak pengupasan dan penguraian tentang agama, lebih tepat apabila
dimulai dari hal-hal yang bersangkutan dengan masalah-masalah kemanusiaan. Ayat-ayat
Al-Qur’an yang mula-mula diturunkan pun bersangkutan dengan masalah-masalah
kemanusiaan, seperti perintah membaca. Allah SWT berfirman : “Bacalah ( hai Muhammad) . Degan nma Tuhan mu
yang telah mnjadikan manusia dri sgumpal
drah yang beku. Bacalah! Dan Tuhanmu amat pemurah, yang mngajarkan mnusia
dengan pena. Dia mngajarkan manusia pa - apa yang tidak diketahuinya” (Q.S.
Al-‘Alaq : 1-5).
Selanjutnya, dalam memahami Islam ini, di sini
akan dijelaskn menurt aspek Maulana Muhammad Ali (1977 : 1-8), yaitu sebagai
berikut :
1.
Islam bukan Muhammedanisme , artinya agama Islam tak sekalikali dinamakan
menurut pendirinya.
2.
Kedudukan Islami ialah agama yng final di antara agama-agama besar di dunia,
juga agama yang mencakup sekalian agama yang datang sebelumnya.
3.
Agama Islam tak boleh dianggap sebagai dogma semata, melainkan agama yang
universal yang memiliki ruang lingkup yang tak terbatas mengenai kehidupan
akhirat saja.
4.
Islam sebagi landasan peradaban abadi.
5.
Islam adalah kekuatan pemersatu yang paling besar di dunia.
6.
Islam juga memecahkan masalah dunia yang besar-besar
Dari uraian di atas dapat dipertegas di sini
bahwa memiliki pemahaman yang benar tentang Islam merupakan suatu keharusan.
Kesalahan dalam memahami Islam, dapat menimbulkan tindakan yang salah terhadap
agama. Sebagaimana diakui M.M. Ali yang melihat contoh pada masyarakat Rusia
yang mendeskreditkan agama. Hal ini disebabkan oleh adanya salah faham tentang
hakekat agama Islam. Menurutnya, keberatan mereka terhadap agama itu alasan
utamanya ada tiga, yaitu :
1.
Agama dianggap membantu terpeliharanya sistem sosial yang melahirkan
kapitalisme, sehingga menghancurkan aspirasi kaum melarat.
2.
Agama mengajarkan orang-orang tunduk kepada kepercayaan takhayul, sehingga
merintangi majunya ilmu pengetahuan.
3.
Agama mengajarkan orang-orang supaya mencukupi kebutuhan mereka dengan jalan
berdo’a, bukan dengan bekerja keras. Dengan demikian agama membuat orang
menjadi malas (1997:9). Demikianlah kesalahan dalam memahami hakekat agama
(Islam). Padahal doktrin Islami dngan kitab Al-Qur’an serta bukti historis
lainnya, jelas bertentangan dengan tiga jenis anggapan di atas.
Islam
adalah absolute, suci dan rasional, dan Islam memiliki makna kebenaran keseluruhan,
ajaran Allah yang hak yang berlaku dimanapun juga. Dimensi ajaran Islam
memberikan aturan bagaimana caranya berhubungan dengan Tuhan atau Khaliknya,
serta aturan bagaimana caranya berhubungan dengan sesama mahluk, termasuk
didalamnya persoalan hubungan dengan alam sekitar atau lingkungan hidup. Kehidupan
manusia tidak lain senantiasa untuk menghambakan diri kepada sang kholik (Allah
swt) dengan cara mematuhi syariat agama islam dalam semua lini kehidupan. Dari
uraian tentang pengertian agama di atas, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa
agama pada dasarnya ialah suatu peraturan atau doktrin Tuhan yang mendorong
jiwa seseorang yang memiliki akal unutk memegang atau berpedoman pada peraturan
Tuhan dengan kehendak atau kemauan sendiri, untuk mencapai kebaikan hidup dan
kebahagiaan kelak di akhirat. Dalam rakyat Indonesia, selain kata agama, juga
dikenal kata Din dari bahasa Arab. Artinya agama memang mempunyai
peraturan-peraturan yang harus ditaati dan dipatuhi oleh pengnutnya. Dalam
Agama melahirkan banyak manfaat dan faidah dalam kehidupan. Dan manusia
membutuhkan kehadiran agama untuk mencapai tujuan tersebut.
Metode-metode
pencapaian pengetahuan melalui berbagai sumber yang telah diakui Al-Qur`an,
secara historis, telah dilakukan oleh para
ulama, fuqaha`, ilmuwan, filsuf muslim dan para sufi. Banyak model metode yang
mereka gunakan dalam penelitian tersebut, yang semuanya bertujuan untuk
diterapkan atau diamalkan dalam kehidupan manusia, baik secara individu maupun
sosial atau kelompok. Melalui ikhtiar seperti ini, para alim-ulama dan
cendikiawan tersebut telah banyak menghasilkan atau memproduk ilmu-ilmu yang
menjadi kekayaan suatu peradaban Islam, baik golongan ilmu-ilmu riwayat maupun
ilmu-ilmu rasional, termasuk ilmu-ilmu saintific yang langsung dapat
dimanfaatkan dan di terapkan dalam kehidupan nyata. Apa yang dlakukan oleh para ulama dan pemikir
Islam di atas, merupakan suatu kesadaran bahwa seiring dengan prkembangan
masyarakat Islam di berbagai bidang, utuk memahami Islam scara holistis (cara
pendekatan thd suatu problematika atau gejala, dengan memndang problem gejala
tersbt sebgai suatu kesatuan yang utuh) atau menerapkannya dalam masyarakat
yang memiliki berbagai kebutuhan dan kepentingan, masih diperlukan
rumusan-rumusan yang konkrit (benar-benar ada). Sebab, kebanyakan sumber doktrin
atau ajaran-ajaran Islam, baik Al-Qur`an maupun Sunnah, belum memberikan
penjelasan tentang kebutuhan tersebut secara detail atau rinci, kecuali untuk
hal-hal khusus, bahkan hanya memberikan spirit untuk dilakukan suatu tindakan
lebih lanjut, atau hanya memuat nilai-nilai, supaya pesan-pesan doktrin
tersebut menjadi betul-betul ada bagi masyarakat. Kesadaran tersebut,
sesungguhnya telah diakui sendiri oleh Nabi melalui tindakan dan persetujuannya
trhdap penggunaan akal (istikhdam al-‘aql) sebagai upaya penerapan
ajaran-ajaran Islam didalam masyarakat , yang dikenal dengan istilah ijtihad (suatu
usaha sungguh-snguh yg dilkukan oleh para pemuka agama untk mencapai suatu
keputusan atau kesimpulan hukum syariat mengenai hal kasuss yg penyelesainnya belm
tercantum atau dijelaskan d Al-qur’an dan Sunnah).[9]
Menurut Mahmud Syaltout, ijtihad artinya sama dengan Ar ra’yu , yang
perinciannya meliputi:
a.
Pemikiran arti yang dikandung oleh Al-Qur'an dan Sunnah.
b.
Mendapat ketentuan hukum sesuatu yang tidak ditunjukan oleh nash dengan sesuatu
masalah yang hukumnya ditetapkan oleh nash.
c.
Penjelasan hal kesanggupan untuk memperoleh
hukum syara amali tentang masalah yang tidak ditunjukan hukumnya oleh suatu
nash secara langsung.
Islam
adalah agama dengan banyaknya golongan. Ia hadir membawa berbagai alat
pendukungnya seperti bahasa dan sebab spesifik atau sebab umum yang
melitarinya. Karena itu, Islam selalu menyejarah. Telah diakui, Islam
mengandung dua sisi; normatif dan historis. Sisi yang pertama, Islam mengandung
doktrin-doktrin yang mengandung ajaran, perintah, larangan dan etika. Sementara
itu, sisi berikutnya, historis, memberi pengawalan pada doktrin-doktrin
tersebut agar selalu berlaku dan bersangkut-paut bagi perkembangan peradaban
dan sejarah kemanusiaan.[10]
Islam membangkitkan akal dari tidurnya dan menggemakan suaranya untuk melawan
prasangka-prasangka orang yang bodoh, serta membenarkan bahwa manusia pada
hakikatnya tidak dicipta untuk dibelenggu tetapi secara fitrah dia mesti menuntun dirinya sendiri dengan ilmu dan pengetahuan,
yaitu ilmu tentang alam semesta dan pengetahuan tentang hal yang sudah silam.
Islam menjauhkan kita dari keterikatan secara khusus kepada segala sesuatu. Namun
demikian, ia wajib berkhidmat dihadapan Allah sendiri dan menjalankan semua
perintahNYA serta menjauhi larangan-laranganNYA pada batas-batas yang
ditetapkan agama, tetapi dalam batas-batas ini tidak ada terhentinya bagi
kegiatannya dan juga tidak ada pembatasan terhadap berbagai macam spekulasi
yang dapat dikemukakan atas tanggung jawabnya.[11]
Ajaran
Islam terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Kemampuan ajaran Islam
merespon perkembangan zaman tidak lain karena Alquran yang berkaitan dengan
kehidupan kemasyarakatan jumlahnya sedikit dan hanya mengatur
prinsip-prinsipnya saja tanpa penjelasan rinci. Penjelasan rinci tentang cara
pelaksanaannya itulah yang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Berdasarkan perkembangan masyarakat yang dinamis (penuh semangat dan tenga
sehingga cepat bergrak dn mudah menyesuaikan dri dg keadaan) di satu pihak, dan karena ayat-ayat Alquran
yang bersifat global atau secara umum dan keseluruhan di pihak lain melahirkan
ilmu-ilmu dalam Islam. Dari sumber utama ajaran Islam Alquran, timbullah ulul
Alquran dan ilmu tafsir dengan berbagai cabangnya seperti nasikh mansukh,
munasabah, tafsir maudu’i, tafsir tahlili dan lain-lain. Begitu juga dengan
sumber ajaran kedua hadits, melahirkan ilmu-ilmu hadits. Alquran diturunkan dalam
bahasa Arab, di tanah Arab dan Nabi sendiri berbahasa Arab, pada
perkembangannya melahirkan ilmu bahasa Arab dengan bermacam bentuknya. Salah satu aspek terpenting dalam Islam
adalah akidah yang menimbulkan ilmu kalam atau teologi Islam. Pemikiran mengenai
akidah telah melahirkan enam aliran dalam ilmu kalam : 1). khawarij merupakan
aliran teologi tertua yang berpandangan sempit, bahwa jika ada seorang muslim
melakukan dosa besar dan ia belum bertobat, maka orang tersebut dikatakan kafir
dan abadi didalam neraka, 2). murji’ah adalah aliran skapnya tdk mau terlibat
dalma upaya kafir- mengafirkan terhadap orang yang melakuakn dosa besar,
seperti yg dilakukan oleh aliran khawarij,
3). mu’tazilah merupaakan aliran jika ada seorang muslim yang melakukan dosa
besar atau meninnggalkan semua
kewajibanya yang sampai ia mati blum sempat bertobat, maka ia dihukumkan
keluar dri islam, tetapi buakn kafir hanya fasiq saja, orang fasiq akan abadi di neraka, 4).
asy’ariyah yang bercorak tradisional, 5). mathuridiyah yang bercorak
tradisional-rasional, dan 6). syi’ah adalah aliran atau golongan yang snagat
fanatisme menyanjung dan memmuji Ali secara berlebihan. Mereaka beranggapan
bahawa Ali yang berhak mnjadi pemimmpin atau khalifah pengganti Nabi Muhammad
saw berdasarkan waiatnya atau pesannya. Di samping enam aliran tersebut masih
terdapat dua corak kalam : 1) jabariyah yang memberi peran akal sangat rendah,
kebebasan manusia tidak ada, cenderung mengambil arti lafdzi dari Alquran
maupun hadits serta tidak terdapat keyakinan pada hukum alam. 2) qadariyah yang
bercorak rasional, manusia memiliki kehendak dan kebebasan untuk berbuat namun
bertanggung jawab untuk menegakkan kebenrana dan kebaikan serta menghancurkan
kedhaliman. Manusia dianugerahi daya dan kekuatan oleh Allah swt untuk melkukan
suatu tindakan atau perbuatan. Manusia jua diberi kebebasan hak memilih anatrea
melakuakan kebaikan atau keburukan , namun mereka harus bertanggung jawab atas
perbuatan nya kelak di yaumul akhir. Jika seseorang melakukan kebaikam, maka ia
akan memperoleh ganjaran atau pahala disisi Allah swt, sedangkan mereka yang
melkaukan perbuatan buruk, akan
memperoleh siksa kelak diakhirat. Manusia wajib berjaung melawan kedhaliman dan
menegakkan kebenaran. Karena ma’bad dan Ghailan ini mengajarkan bahwasanya
manusia memiliki qudrah mewujudkan perbuatan, faham inilah yang dianmakan
“qadariyyah”. Terdapat keyakinan terhadap hukum alam ciptaan Allah dan
cenderung menggunakan arti tersirat dari Alquran atau hadits ketimbang arti
tersurat (lafdzi).[12] Aspek lain dari ajaran Islam adalah pemikiran
tentang ibadah dan mu’amalah atau ibadah mahdhoh dan goiri mahdhoh, yang antara
lain melahirkan empat madzhab besar: 1) Hanafi yang bercorak rasional, 2 &
3) Maliki dan Hambali yang bercorak tradisional, 4) Syafi’i yang bercorak
gabungan antara rasional dan tradisional. Madzhab-madzhab tersebut dapat
dijadikan sandaran sesuai dengan keyakinan, kecenderungan serta situasi dan
kondisi. Aspek mu’amalah yang lain adalah politik, dalam sejarah paling tidak,
ada tiga aliran paham kenegaraan atau pemerintahan: yaitu sunni yang teologinya
bercorak tradisional, syi’ah yang sebagian besar pahamnya menganut teologi
rasional, dan khawarij yang pemikiran kenegaraannya masih bersifat sederhana.
Aspek ajaran Islam yang lainnya masih terkait erat dengan ibadah mahdhoh adalah
tasawuf yang berkembang menjadi thoriqot. Terdapat dua aliran besar dalam
tasawuf: 1) tasawuf falsafi, karena banyak dianut oleh kaum syi’ah, terkadang
disebut syi’i. Pemikiran tasawufnya bercorak falsafat, rumit dan tidak
sembarang orang dapat mengikutinya, seperti pengalaman bersatunya sufi dengan
Tuhan. Dan 2) tasawuf sunni atau tasawuf amali, yang dipelopori oleh
al-Ghazali. Pemikiran tasawufnya bercorak sederhana dan mudah untuk diamalkan.
Islam juga mengandung aspek falsafat, ayat-ayat Alquran tentang akal, berfikir,
memperhatikan alam pada perkembangannya telah melahirkan pemikiran filosofis
liberal di satu sisi seperti yang dikemukakan oleh al-Farabi dan pemikiran
filosofis non liberal seperti pada pemikiran al-Ghazali. Mulai abad ke-19
Masehi, dunia Islam pada umumnya dijajah oleh negara-negara Barat. Keadaan ini
menyadarkan umat Islam atas keterbelakangannya setelah melihat kemajuan Barat
yang dibawa para penjajah. Seperti yang terjadi di Mesir, Jenderal Napoleon
Bonaparte dari Perancis, selain membawa pasukan militer juga membawa rombongan
sipil yang memiliki berbagai keahlian modern. Maka tokoh-tokoh Mesir mulai
memikirkan pembaharuan dalam Islam, timbullah dalam Islam aliran pembaharuan
modern Islam, yang intinya merubah keyakinan, kebiasaan dan pemikiran lama agar
sesuai dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Sebagaimana dalam teologi dan falsafat, dalam
pembaharuan pun terdapat dua aliran besar: 1) aliran rasional yang hanya
terikat pada Alquran dan hadits, 2) dan aliran tradisional yang selain terikat
kepada Alquran dan hadits, juga kepada hasil ijtihad ulama di zaman klasik
(Saiful Muzani, Ed., 1995:342).
Dan
Islam adalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui hak agama lain,
kecuali yang mengandung syirik, untuk hidup dan menjalankan ajaran
masing-masing dengan penuh kesungguhan dan kekhusu’an. Kemudian pengakuan akan
hak agama-agama lain dengan sendirinya merupakan dasar paham kemajemukan sosial
budaya dan agama, sebagai ketetapan Tuhan yang tidak berubah-ubah (QS. Al-Maidah
ayat 48 yang artinya “Dan telah kami turunkan kepadamu Alquran denagn mebwa
kebenaran, yaitu membenarkan apa yg sebelumnya, yaitu kitab-kitab dan batu ujian thd kitab-kitab
yag lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yg Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yg
tlah datang kepadamu. Untk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan
dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikannNya
satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu trhadp pemberianNya kepadamu,
maka berlomba-lombalah dalam kebaikan. Hnaya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukanNya kepadamu apa yg tlah kamu perselisihkan itu ”).
Kesadaran segi kontinuitas agama juga ditegaskan dalam kitab suci di berbagai
tempat, disertai perintah agar kaum muslimin berpegang teguh kepada ajaran
kontinuitas itu dengan beriman kepada semua para Nabi dan Rasul tanpa kecuali
dan tanpa membeda-bedakan antara mereka, baik yang disebutkan dalam kitab suci
maupun yang tidak disebutkan (QS. al-Baqarah : 136 ; al-Nisa’ :163-164). Memang
dan seharusnya tidak perlu mengherankan, bahwa Islam selaku agama besar
terakhir, mengklaim sebagai agama yang memuncaki proses pertumbuhan dan
perkembangan agama-agama dalam garis kontinuitas tersebut. Tetapi harus
diingat, justru penyelesaian terakhir yang diberikan Islam sebagai agama
terakhir untuk persoalan keagamaan itu ialah ajaran pengakuan akan hak
agama-agama itu untuk berada dan untuk dilaksanakan. Karena itu agama tidak boleh dipaksakan (QS.
al-Baqarah:256 “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”). Bahkan Alquran juga
mengisyaratkan bahwa penganut berbagai agama, asalkan percaya kepada Tuhan dan
hari kemudian serta berbuat baik,
semuanya akan pahala (QS. Al-Baqarah:62).
Inilah yang selanjutnya menjadi dasar toleransi agama yang menjadi ciri
sejati Islam dalam sejarahnya yang otentik, suatu semangat yang merupakan
kelanjutan pelaksanaan ajaran Alquran (Nurcholis Madjid, 1992). Karakteristik
ajaran Islam dalam bidang agama tersebut di samping mengakui adanya pluralisme sebagai suatu
kenyataan juga mengakui adanya universalisme, yakni mengajarkan kepercayaan
kepada Tuhan dan hari akhir, menyuruh berbuat baik dan mengajak kepada
keselamatan. Inilah yang selanjutnya dapat dijadikan landasan konsep toleransi
dalam beragama. Dalam hubungan ini menarik sekali apa yang dikatakan H. M.
Quraish Shihab. Menurutnya bahwa dengan menggali ajaran-ajaran agama,
meninggalkan fanatisme (teramat kuat kepercayaan atau keyakinan thd ajaran atau
doktrin agama, dsb) buta, serta berpijak kepada kenyataan atau realitas, jalan
akan dapat dirumuskan. Bukankah agama-agama monoteisme dengan ajaran Ketuhanan
Yang Maha Esa, pada hakikatnya menganut paham universalisme?. Tuhan Yang Maha
Esa itulah yang menciptakan seluruh manusia. Pandangan ini merupakan modal
besar. Di samping itu, diyakini secara penuh oleh setiap penganut agama bahwa
Tuhan yang merupakan sumber ajaran agama, tidak membutuhkan pengabdian manusia.
Ketaatan dan kedurhakaan manusia tidak menambah atau mengurangi
kesempurnaannya. Dengan demikian karakteristik agama Islam dalam visi
keagamaannya bersifat toleran, pemaaf, tidak memaksakan, dan saling menghargai.
Karena dalam pluralitas agama tersebut terdapat unsur kesamaan, yaitu
penghambaan diri kepada sang Pencipta (Tuhan).
Studi
Islam Tentang Dialog Antar Kebudayaan Dan Metode Mempelajari Masyarakat Islam
Lahirnya
kata Studi Islam misalnya, di dunia Barat disebut dengan Islamic Studies, dan dalam
keIslaman disebu kata Dirasah Islamiyah
karena sebelumnya sudah diterapkan dan dikenal sejak abad 19 di dunia Barat.
Ini dilihat dari adanya peninggalan karya di bidang keagamaan. Studi Islam,
ketika nabi dan para sahabat masih hidup
disi’arkan melalui Masjid. Adapun pusat-pusat Islam yang menurut Ahmad Amin,
tokoh Islam masa kini terletak di Makkah dan Madinah. Sedangkan di Chicago,
studi Islam diaplikasikan di Chicago University. Chicago University mempelajari
perihal bagaimana sejarah Islam, bagaimana menerjemahkan buku-buku bahasa Arab,
dan bagaimana mempelajari agama Islam dipantau maupun diawasi.[13]
Dalam
uraian mengenai approach (pendekatan) yang dapat digunakan dalam mempelajari
lembaga kemasyarakatan, diuraikan tiga jenis approach , yaitu: historis;
komparatif; dan hubungan fungsional. Ketiga jenis pendekatan itu dapat juga
diterapkan dalam mempelajari lembaga kemasyarakatan Islam. Pertama, analisa
secara historis. Misalnya, digunakan untuk meneliti sejarah timbul dan
perkembangan lembaga demokrasi, lembaga perkawinan, keluarga, negara dan
pemerintahan, departemen-departemen ( diwan ) pajak, hankam, dan lainnya
termasuk Baitul Mal. Termasuk yang diteliti adalah bagaimana sejarah timbul dan
berkembangnya politik Islam. Kedua , a n alis a k o mparatif, yang bertujuan
menelaah suatu lembaga kemasyarakatan tertentu dalam pelbagai lapisan sosial
masyarakat tersebut. Misalnya digunakan untuk menganalisa bentukbentuk milik,
praktek-praktek pendidikan anak-anak, dan lainnya. analisa jenis ini juga
sering digunakan oleh para ahli antropologi. Analisa komparatif ini juga dapat
digunakan untuk meneliti persamaan dan perbedaan ajaran ‘ibadah’ dalam suatu
agama dengan agama lainnya. Ketiga , analisa hubungan antara lembaga-lembaga
tersebut di dalam suatu masyarakat
tertentu. Pendekatan ini lebih menekankan hubungan fungsionalnya, seringkali
menggunakan analisis-analisis historis dan komparatif. Misalnya, penelitian
tentang lembaga perkawinan, mau tak mau akan menyangkut pula penelitian
terhadap lembaga keluarga, lembaga harta perkawinan, lembaga kewarisan, dan
lain sebagainya. Untuk jenis ketiga di atas, Cik Hasan Bisri (1997:34-35) memberikan
contoh model pengkajian relasional. Misalnya dalam pengkajian peradilan Islam.
Modal pengkajian ini dititik beratkan pada hubungan antara peradilan Islam
dengan pranata hukum dan pranata sosial
lainnya, atau dengan sistem sosial secara makro. Misalnya, pengkajian tentang
“perkembangan peradilan Islam”. Ia mencakup beberapa unsur yang saling
berhubungan, yaitu: (1) landasan konstitusional, (2) kesinambungan peradilan
Islam, (3) politik hukum nasional, (4) kesinambungan peradilan Islam, (5)
interaksi antara elit masyarakat, (6) peradilan Islam. Keenam unsur itu
memiliki variasi hubugan, yaitu hubungan fungsional ( simetri c ), hubungan
searah (a simetric), dan hubungan timbal balik ( reciprocal ). Dengan
memperhatikan contoh di atas, tampaklah bahwa secara lebih luas lagi,
hubungan fungsional dapat dikembangkan kepada hubungan searah dan hubungan
timbal balik. Selain metode-metode di atas, dapat juga dipergunakan metode
kualitatif, metode induktif, dan metode empiris. Dapat pula digunakan metode
antropologis , dan pendekatan sosio - historis . Kemudian, karena dalam
penelahaan sosiologi berkaitan dengan pengamatan terhadap kelompok-kelompok
sosial, yang melahirkan suatu bentuk kepribadian dari interaksinya dengan kebudayaan, maka metode psikologi (pendekatan
psikologi) juga dapat dipergunakan. Selanjutnya, sehubungan dengan pembahasan
masyarakat Islam ini, berikut ini akan diuraikan mengenai masalah sosial
politik Islam, sosial ekonomi Islam, sosial budaya Islam, dan sosial keagamaan.
Selanjutnya,
ajaran Islam sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan awal bab ini,
mengandung dua kelompok ajaran, yaitu ajaran-ajaran yang terkandung dalam teks
al-Qur’an dan Hadis, serta hasil dari interpretasi (penafsiran), penerjemahan,
dan usaha-usaha lain dari para ulama dalam rangka membumikan ajaran-ajaran
dalam teks tersebut. Dalam hubungannya dengan masalah fiqh, di dalam Al-Qur’an
terdapat tidak kurang dari 19 ayat yang berkaitan dengan kata fiqh seperti
dalam surat At-Taubah ayat 122. Dari
ayat tersbut, kata fiqh dapat dimaknai mengetahui, memahami, dan mendalami
agama secara keseluruhan. Pengertian fiqh dalam arti yang luas adalah meliputi
seluruh ajaran agama baik yang berkaitan dengan aqidah, perbuatan lahir dan
sikap batin mereka, dengan kata lain meliputi Iman, Islam, dan Ihsan. Untuk
lebih mengerti apa itu fiqh, berikut ini adalah pendapatnya al-Jurjaani yang
mengemukakan bahwa fiqh menurut bahasa berarti paham terhadap tujuan pembicara.
Sedang menurut istilah, fiqh ialah mengetahui hukum-hukum syara yang amaliah
(mengenai perbuatan dan perilaku) dengan
melalui dalilnya yang terperinci. Dengan demikian, fiqh adalah ilmu yang
dihasilkan oleh pikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan serta
perenungan. Oleh karena itu fiqh itu merupakan paham, dan dihasilkan dari
perenungan akal manusia. Dengan begitu, kebenarannya tidak mutlak, bisa berubah
sesuai dengan keadaan situasi dan perkembangan zaman. Dengan begitu pula fiqh
menunjukkan sebuah proses dalam usahanya menuju kepada kebenaran mutlak, yaitu
Allah. Fiqh berusaha mendapatkan kebenaran dengan melalui kegiatan perenungan.
Ini sejalan pula dengan pesan ajaran Nabi Muhammad, dimana Islam yang
dicapainya haruslah melalui perenungan. Kemudian, karena fiqh itu merupakan
paham hasil perenungan individu, maka perbedaan hasil dari paham antara manusia
yang satu dan lainnya akan memberikan peluang bagi adanya pendapat dalam Islam.
Untuk sampai kepada fiqh, diperlukan kerangka metodologi. Metodologinya ialah
Ushul-Fiqh. Dalam hubungan ini, Ushul-Fiqh adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan metode yang digunakan para faqih dalam mengeluarkan hukum dari dalilnya.
Ushul-Fiqh juga membahas dan menjelaskan cra-cara beristinbat. Untuk itu,
mempelajari ilmu fiqh dapat dilakukan dengan cara antara lain : 1. Mempelajari
sumber-sumber ushul-fiqh, yaitu dalil Al-Qur’an, Sunnah, dan bahasa Arab dengan
pengetahuan yang mendalam. 2. Mengetahui m a q a s hid al - Syari’ah ,
prinsip-prinsip umum dan semangat ajaran Islam. 3. Mengetahui turuq al -
istinbath Ushul-Fiqh, metode penemuan dan petapan hukum, agar hukum hasi;
ijtihad lebih mendekati kebenaran. 4. Memiliki akhlak yang terpuji dan niat
yang ikhlas dalam berijtihad.
Ushul-Fiqh, dalam prakteknya, merupakan
metodologi yang memerlukan kemampuan berpikir kritis dan sikap terbuka terhadap
perbedaan pendapat para ulama. Dari sejumlah besar hasil ijtihad yang ada,
memungkinkan kita untuk dapat memilih mana alternatif terbaik di antara
pendapat para ulama. Kemudian, mengenai ruang lingkup pembahasan ilmu fiqh,
dapat dijelaskan di sini bahwa objek pembahasannya adalah aspek hukum setiap
perbuatan mukallaf serta dalil setiap perbuatan tersebut. Seorang ahli fiqh
membahas tentang bagaimana seorang mukallaf melaksanakan shalat, puasa, naik
haji dan lain-lain yang berkaitan dengan fiqh ibadah mahdhah, bagaimana
melaksanakan kewajibankewajiban dan sebagainya yang menjadi objek pembahasan
al-ahwal al-syakhshiyyah dan bagaimana cara melakukan muamalahnya atau
pembahasan yang berkaitan dengan fiqh jinayah. Aspek hukum setiap perbuatan
mukallaf itu serta dalil-dalil yang menunjuk setiap perbuatan itu menjadi objek
pembahasan ilmu fiqh, yang kemudian menghasilkan penilaian terhadap perbuatan
mukallaf tersebut, yaitu salah satu dari al - a h k a m al - khomsah (lima
macam hukum), yaitu : (1) kebolehan (mubah); (2) sunnat; (3) wajib; (4) makruh;
(5) haram. Dari segi pembidangannya, ilmu fiqh itu ada yang berhubungan dengan
ibadah mahdhah, dan ada pula yang menyangkut masalah ibadah ghair mahdhah.
Ibadah mahdhah mencakup antara lain: zakat, shalat, puasa, dsb. Dan yang
termasuk bidang ghair mahdhah antara lain al-ahwal al-sakhshiyah; jinayah; dan
siyasah.
KESIMPULAN
Selanjutnya, sebagaimana dikemukakan
Abuy Shadikin dalam bukunya terdapat prinsip-prinsip ajaran agama, antara lain
:
1.
Ada ajaran agama yang bermanfaat dan mudharatnya (sesuatu yang tidak
menguntungkan ) dapat dianalisa oleh akal pikiran, seperti hikmat dan manfaat
zakat, serta bagaimana kemudaratnnya minuman keras yang karenya diharamkan
agama.
2.
Ada ajaran agama yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum alam. Sebagai
contoh, api yang mempunyai sifat panas dan membakar, namun kisah Nabi Ibrahim
yang tidak hangus ketika dibakar oleh raja Namrud, serta tongkat Nabi Musa yang
bisa berubah menjadi ular adalah bukti adanya ajaran agama yang bertentangan
dengan kaidah-kaidah hukum alam.
3. Ada ajaran agama yang transendetal
(menonjolkan hal-hal yang bersifat kerohanian), artinya di luar pencapaian akal
- pikiran manusia. Contohnya tentang hakikat ruh maupun tentang hakikat dan
wujud Tuhan.
Secara umum, ruang lingkup
suatu agama meliputi unsur-unsurnya sebagai berikut, yaitu: substansi yang
disembah, kitab suci, pembawa ajaran, pokok-pokok ajaran, dan
aliran-alirannya.
1. Substansi yang disembah Dalam
setiap agama, esensi dari keagamaan adalah penyembahan pada sesuatu yang
dianggap berkuasa. Substansi yang disembah menjadi pembeda dalam ketegorisasi
agamanya. Ada yang memusyrikan Allah dan ada yang mentauhidkan Allah.
2. Kitab Suci Kitab suci merupakan salah satu
ciri khas dari agama. Bila suatu agama tidak memiliki kitab suci, maka sulit
untuk dikatakan sebagai suatu agama. Adapun kitab suci agama yang ada di dunia
ini dikelompokkan menjadi kitab agama Samawi dan kitab Tabi’i. Agama Samawi
seperti : agama Yahudi berkitabkan Taurat; agama Nasrani berkitabkan Injil ;
dan agama Islam berkitabkan Al-Qur’an nul-karim. Sedangkan yang termasuk
kategori agama Tabi’i seperti agama Hindu berkitabkan Wedha (Veda) atau disebut
pula dengan “ Himpunan Sruti ”. Sruti
dan Veda artinya tahu atau pengetahuan. Agama Budha kitabnya Tripitaka.
Sedangkan agama-agama seperti Shinto, Tao, Khong Hucu bersumber dari
aturan-aturan yang dihimpun dalam buku-buku (kitab-kitab) pedoman masing-masing.
Secara etimologis agama berasal dari
bahasa Arab din , arrtinya menundukkan,
patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Agama juga berasal dari bahasa Latin religi, artinya mengumpulkan, membaca.
Agama juga berasal dari bahasa Sanskrit/ Sanskerta a tidak, gam berubah.
Yang tidak berubahh itu ialah abadi. Satu-satunya yg abadi adalah Tuhan jadi
agama artinya tidak berubah. Agama berasal dari bahasa Semit din, artinya undang-undang atau hukum.
Agama adalah pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib
yang harus dipatuhi. Agama juga berarti ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan
kepada manusia melalui seorang Rasul. Unsur-unsur signifikan dalam agama
yakni adanya kekuatan ghaib, kepercayan seseorang
bahwasanya kebahagiaan di dunia dan di akhirat itu berhubungan erat pada adanya hubungan baik dengan kekuatan
ghaib, adanya tanggapan bersifat emosional dari manusia, dan adanya
pandangan yang kudus atau suci. Dalam
pandangan ahli sosiologi, agama adalah pantulan dari solidaritas sosial.
Pengertian agama yang dikemukakan bertolak dari asudut pandang dassein, yakni
agama yang dipraktrekan dalam kenyataan. Dalam agama terdapat ajaran yang
absolut dan relatif, mutlak dari segi substansinya dan relatif dari segi
bentuknya. Al-Kitab suci Aquran menjdi pedoman dan hidyah bagi manusia. Pasalnya sesorang mempunyai kebutuhan dan penyakit
berbeda-beda, maka petunjuk dan obatnya pun berbeda-beda. Agama yang termasuk
monoteisme adalah Yahudi, Kristen dan Islam. Agama tersebut ialah sejenis, semuanya berasal dri Tuhan Yang
satu. Islami merupakn agama dri monotisme terakhir yang menjdi penyempurna
agama-agama sebelumnya, kitab sucinya terjaga keasliannya..
Islam adalah agama yang bersumber atas
quran dan Hadis, ajarannya dapat dirinci menjadi beberapa aspek, setelah
melalui proses pengelompokan pengembangan kajian ilmu agama islam, akhirnya dalam
perkembangan kajiannya telah melahirkan bidang-bidang ilmu agama Islam. Dan
telh diakui oleh LIPI dan ditetapkan dengn kemenag No. 110 Th. 1982.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Siti. “Metode
Studi Islam; Gagasan Pengembangan Metode
Studi Islam di Masa Depan.” EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan
Pendidikan Islam, no. Vol 6 No 1 (2016): Juni (2016): 72.
Arfa,
Faisar Ananda, Syafruddin Syam, dan Muhammad Syukri Albani Nasution. Metodologi
Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam. Depok: PT Rajagrafindo Persada,
2015.
Badruzzaman,
Abuy Shadikin. Metodologi Studi Islam. Bandung: Tunas Nusantara, 2000.
Hanafiah,
Muhibuddin. “Revitalisasi Metodologi Dalam Studi Islam: Suatu Pendekatan terhadap Studi Ilmu-Ilmu
Keislaman.” Jurnal Ilmiah Didaktika, no. Vol 11, No 2 (2011): Jurnal
Ilmiah Didaktika Edisi Februari 2011 (2011): 292–302.
Ibrahim,
Duski. “Metodologi Penelitian dalam
Kajian Islam” 20 (2014): 248–49.
Isnawati.
“Manusia: Antara Kebutuhan Doktrin Agama
an Inklusivitas Beragamai” 447 (Oktober 2016): 449.
Iswahyudi.
“Rekontruksi Metodologi Studi Islam,”
2015, 166.
Luluk
Fikri Zuhriyah. “Metode dan Pendekatan
dalam Studi Islam: Pembacaan atas Pemikiran Charles J. Adams.” Islamica,
2007.
Rokhzi,
Mokh. Fatkhur. “Pendekatan Sejarah Dalam
Studi Islam” 3 (Maret 2015).
Suaidi,
Sholeh. “Islam dan Modernisme” 1
(Juni 2014): 59.
Supiana.
Metodologi Studi Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian Agama, 2012.
Wahyudi,
Dedi, dan Rahayu Fitri AS. “Islam Dan
Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika
Islam Di Dunia Barat)” Vol. 1, No.
2, (Desember 2016).
[1] Faisar Ananda Arfa, Syafruddin Syam, dan Muhammad Syukri Albani
Nasution, Metodologi Studi Islam : Jalan Tengah Memahami
Islam (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2015),hlm. 20.
[3] Muhibuddin Hanafiah, “Revitalisasi Metodologi Dalam Studi Islam: Suatu Pendekatan terhadap Studi
Ilmu-Ilmu Keislaman,” Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol 11, No 2 (2011):
Jurnal Ilmiah Didaktika Edisi Februari 2011 (2011),hlm 297.
[4] Luluk Fikri Zuhriyah, “Metode dan
Pendekatan dalam Studi Islam: Pembacaan atas Pemikiran Charles J. Adams,” Islamica,
(2007): Islamica (2007),hlm. 41.
[5] Abuy Shadikin Badruzzaman, Metodologi
Studi Islam (Bandung: Tunas Nusantara, 2000),hlm.12.
[6] Siti Aminah, “Metode Studi Islam; Gagasan
Pengembangan Metode Studi Islam di Masa
Depan,” EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam, no. Vol 6 No 1
(2016): Juni (2016),hlm. 72.
[7] Isnawati, “Manusia: Antara Kebutuhan
Doktrin Agama an Inklusivitas Beragamai” vol.447 (Oktober 2016),hlm. 449.
[8] Abuy Shadikin Badruzzaman, Metodologi
Studi Islam (Bandung: Tunas Nusantara, 2000),hlm.18-20.
[9] Duski Ibrahim, “Metodologi Penelitian
dalam Kajian Islam” 20 (2014),hlm. 248–249.
[10] Iswahyudi, “Rekontruksi Metodologi Studi
Islam,” 2015, hlm.166.
[11] Sholeh Suaidi, “Islam dan Modernisme” 1
(Juni 2014): hlm.59.
[12] Supiana, Metodologi Studi Islam
(Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, 2012),hlm.47-49.
[13] Dedi Wahyudi dan Rahayu Fitri AS, “islam dan dialog antar kebudayaan (studi dinamika islam di dunia barat)” Vol. 1, No. 2, (Desember 2016),hlm.270.
Share This :
comment 0 Comments
more_vert